MENGENAL SEJARAH TARIAN TRADISI MASYARAKAT BUNGKU “L U M I N D A”
MENGENAL SEJARAH TARIAN TRADISI MASYARAKAT BUNGKU
“L U M I N D A”
Luminda menurut bahasa berasal dari kata Lumi, yang artinya halus atau perlahan-lahan, dan Mepinda, yang artinya menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologi kata Luminda memiliki arti bergerak indah secara halus dan perlahan-lahan.
Oleh : ASGAR YASIN HUSEN
Luminda adalah tari tradisi masyarakat bungku yang selalu ditarikan dalam pesta rakyat atau kegiatan hiburan dilingkungan kerabat istana. Awalnya tari luminda dibawa oleh Waode Mpety, seorang putri keturunan bangsawan buton yakni anak dari Wakaka dan Lamali Geno, yang menjadi Boki (permaisuri) kedua dari Raja I, Marhum Sangiang Kinambuka, setelah mangkatnya permaisuri pertama, Fema’asi, anak dari Mokole Unu-unu dan Fegintu, yang bertahta di Fafonsandeenga Istana Raha Rinante. Kedatangan Waode Mpety ke Bungku menggunakan perahu layar yang penuh dengan ukiran dan hiasan sehingga perahu layar tersebut diberi gelar oleh adat “Sopeno Bangka Binooti”. Waode Mpety membawa serta beberapa pengikutnya yang memiliki tugas masing-masing dalam istana antara lain :
1. Suku/Puak Tangkeno, yang bertugas sebagai pengurus rumah tangga kerajaan yang sekarang bertempat tinggal di Mendui dan Puungkoilu. Oleh karena tugas dari suku ini, maka dari beberapa narasumber mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari kaum bangsawan bungku.
2. Tokoroni, bertugas sebagai tukang kebun kerajaan, yang sekarang suku ini bertempat tinggal di Desa Unsongi.
3. Tokambofa, bertugas sebagai nelayan kerajaan, yang sekarang ini mendiami Desa Nambo.
4. Tomoahi, bertugas sebagai pengumpul kayu bakar, sekarang mendiami Desa Laroue.
5. Tokorumba, yang mendiami daerah Matarape dan desa-desa sekitarnya.
Dari Puak Suku yang dibawa Wadempeti inilah yang membawa sebuah tarian yang disebut Linda, kemudian terjadi akulturasi dengan budaya bungku yang disebut Tari Mohasili, yang lebih dikenal dengan nama Tumadeako Samba sebagai tarian kaum bangsawan sampai menjadi tarian Luminda yang kita kenal sekarang ini.
Luminda menurut bahasa berasal dari kata Lumi, yang artinya halus atau perlahan-lahan, dan Mepinda, yang artinya menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologi kata Luminda memiliki arti bergerak indah secara halus dan perlahan-lahan. Dalam tari luminda dikenal 4 (empat) gerak dasar yang disebut :
1. Gerak Tumadeaka Samba dengan pola berbanjar/saling berhadapan.
2. Gerak Palampa dengan pola melingkar.
3. Gerak Losa-losa dengan pola melingkar.
4. Gerak Tumadentina (Mompangifi) dengan pola berbanjar dan melingkar.
Yang menurut Aminuddin Abdullah, SSn, MSn, pola tarian melingkar adalah ciri-ciri tarian yang ada di dataran tinggi.
Dahulu tarian luminda dilakukan secara gerak terpisah, misalnya : Gerak Tumadeako Samba ditarikan dalam acara penyambutan tamu agung yang datang di Kerajaan Bungku dan dibawakan oleh kaum bangsawan. Mula-mula penari putri memberikan ujung selendangnya kepada penari pria yang ingin diajaknya menari. Apabila menolak, maka pria tersebut harus membayar denda satu kupa. Untuk memulai acara tersebut, pertama-tama gong yang digunakan diberi tanda (pinure) kemudian dibunyikan sebanyak 7 kali oleh seorang khusus (kale). Begitu pula bila acara tersebut berakhir. Sedangkan Gerak Palampa, Losa-losa serta Tumadentina, ditarikan dalam pesta-pesta yang dilakukan oleh rakyat biasa. Juga biasa dilakukan khusus oleh kerabat istana atau kaum bangsawan.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari luminda adalah satu buah gong(karantu), satu buah gong kecil sedang (tafa-tafa), dua buah gendang serta rincing-rincing (pede-pede).
Busana yang digunakan untuk wanita memakai baju adat bungku, yakni Baju Labu, Baju Poko, atau Kubaeya dengan sarung dan sehelai Salenda (selendang) serta rambut disanggul yang disebut Tampula Tobungku. Sedangkan untuk penari pria menggunakan baju yang disebut Balhadada (model jas tertutup), memakai Saluara (celana) dengan Safu (sarung) sebatas lutut, dan sebuah Palulu (lenso), serta topi adat yang disebut Tali Kacili (untuk bangsawan), Tali Mpolulu (untuk rakyat Biasa). Keunikan dari tarian ini adalah gerak penari wanita yang tidak boleh mengangkat/menggerakkan bahu sampai siku sehingga tumpuan gerak hanya dari siku sampai jari tangan. Dalam tari luminda diiringi pula oleh nyanyian (Kabla) yang disebut Dilae atau Tindi, yang dinyanyikan penari atau pemusik.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda (pada masa Raja Abdul Wahab – Raja Abdul Razak), tarian ini selalu dipentaskan terutama dalam perayaan penobatan Raja-Raja Bungku dilaksanakan setiap tanggal 31 Agustus yang merupakan hari kelahiran Ratu Wilhelmina (Belanda). Beberapa anak-anak suku yang ada di Kerajaan Bungku pada masa itu diundang untuk membawakan tari luminda sehingga tarian ini dikenal hampir sebagian dari Puak/Suku yang ada di Bungku. Sehingga dalam perkembangannya terjadilah perbedaan cara gerak dan pola gerak dari masing-masing anak-anak suku antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi mengacu pada 4 gerak dasar yang ada. Namun diwilayah seperti Menui Kepulauan, tarian ini disebut Luminda Sare. Dinamakan Sare karena diiringi nyanyian (pantun) yang disebut Sare. Perbedaan yang mendasar adalah gerak dasar tari dimana gerak penari wanita dan pria sama geraknya seperti gerak tari pria yang dikenal di bungku dengan dua pola , Gerak Dasar Palampa dan Losa-losa.
Perbedaan yang ada adalah suatu kekayaan budaya bangsa yang harus dihormati dan dilestarikan. Sekarang ini untuk melestarikan tarian tersebut, disetiap perayaan hari besar nasional tarian luminda tersebut biasanya diperlombakan dari tingkat SD sampai tingkat umum. Selain tari luminda masih ada lagi tarian adat yang lain seperti : Manca, Lumense, Momaani, Tende Bomba, Cakalele, dll
NOW YOUR HISTORY OF DANCE TRADITION COMMUNITY Bungku
"L U M I N D A"
Luminda by language comes from the word Lumi, which means smooth or slowly, and Mepinda, which means foot or to move. So etymologically Luminda word meaning beautiful move smoothly and slowly.
By: Asgar YASIN Husen
Luminda is a dance tradition community Bungku which is always danced in a party of the people or the environment of the entertainment activities courtiers. Dance originally brought by Waode Mpety luminda, a daughter of the patrician son of Wakaka longitudinal and Lamali Geno, who became Boki (empress), both of King I, Marhum Sangiang Kinambuka, after the death of the first empress, Fema'asi, son of UNU-Mokole UNU and Fegintu, who reigned in the Palace Fafonsandeenga Rinante Raha. Arrival Waode Bungku Mpety to use a sailboat filled with carvings and decorations so that the sailboat was given the title by a customary "Bangka Sopeno Binooti". Waode Mpety bring along some of his followers who have their respective duties in the palace, among others:
1. Tribe / tribe Tangkeno, who served as the royal housekeeper who now reside in Mendui and Puungkoilu. Therefore the task of this tribe, then from some sources say that they are part of the nobility Bungku.
2. Tokoroni, served as a royal gardener, now this tribe residing in the village of Unsongi.
3. Tokambofa, served as the royal fisherman, who now inhabit the village of Nambo.
4. Tomoahi, served as firewood gatherers, now inhabit Laroue Village.
5. Tokorumba, who inhabit the area Matarape and surrounding villages.
Of the tribe Tribe brought Wadempeti that brought a dance called Linda, then there acculturation to the culture Bungku called Mohasili Dance, better known by the name Tumadeako Samba as a dance of the nobility to become dance Luminda that we know today.
Luminda by language comes from the word Lumi, which means smooth or slowly, and Mepinda, which means foot or to move. So etymologically Luminda word meaning beautiful move smoothly and slowly. In dance luminda known 4 (four) basic motion is called:
1. Motion Tumadeaka Samba with berbanjar pattern / line of sight.
2. Motion Palampa with a circular pattern.
3. Motion Losa-losa with a circular pattern.
4. Motion Tumadentina (Mompangifi) with berbanjar and circular patterns.
Which according to Aminuddin Abdullah, SSn, MSN, is a circular dance patterns dance features that exist in the highlands.
Formerly dance movement luminda done separately, for example: Motion Tumadeako Samba danced in the event welcoming guests who arrived in the Kingdom of Great Bungku and performed by the nobility. At first the princess gave the tip shawl dancer to dancer man whom she wants to dance. If rejected, then the man must pay a fine of one kupa. To start the event, first gong used are marked (pinure) then rung 7 times by a special (kale). Similarly, if the event ends. While Motion Palampa, Losa-losa and Tumadentina, danced in parties committed by ordinary people. Also usually done exclusively by courtiers or the nobility.
Musical instruments used to accompany dance luminda is one gong (karantu), one small gong medium (tafa-tafa), two drums and rincing-rincing .
Clothing that is used to women wearing traditional dresses Bungku, namely Pumpkin shirt, shirt Poko, or Kubaeya with gloves and a Salenda (shawl) and hair bun called Tampula Tobungku. As for the male dancer wearing called Balhadada (closed coat model), taking Saluara (pants) with Safu (sarong) knee, and a Palulu (lenso), as well as traditional caps called Rope Kacili (for royalty), Tali Mpolulu ( for ordinary people). The uniqueness of this dance is the movement of female dancers who are not allowed to lift / move the shoulder to the elbow so that the pedestal motion only from the elbow to fingers. In luminda dance accompanied by singing (Kabla) called Dilae or Tindi, sung by the dancer or musician.
During the Dutch East Indies Government (at the time of King Abdul Wahab - King Abdul Razak), dance is always performed mainly in the celebration of the coronation of the Kings Bungku held every August 31, which is the birthday of Queen Wilhelmina (Netherlands). Some of the kids tribes in the Kingdom Bungku at that time was invited to bring dance luminda so this dance is known about some of the tribe / tribe which is on Bungku. So there was a difference in the way in its development of motion and motion patterns of each tribe children from each other. But there is no fundamental difference, but it refers to four basic motion exists. But like Menui Islands region, this dance is called Luminda Sare. Named because the accompaniment of song Sare (poem) called Sare. The fundamental difference is the basic movements of dance where the dancers movement of women and men the same motion as the motion dance man known in Bungku with two patterns, Basic Motion Palampa and Losa-losa.
The difference that there is a wealth of the culture that must be respected and preserved. Right now to preserve these dances, each dance celebrations for national holidays are usually diperlombakan luminda from primary to general level. In addition there's more dance luminda other traditional dances such as: Manca, Lumense, Momaani, Tende Bomba, Cakalele, etc..
“L U M I N D A”
Luminda menurut bahasa berasal dari kata Lumi, yang artinya halus atau perlahan-lahan, dan Mepinda, yang artinya menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologi kata Luminda memiliki arti bergerak indah secara halus dan perlahan-lahan.
Oleh : ASGAR YASIN HUSEN
Luminda adalah tari tradisi masyarakat bungku yang selalu ditarikan dalam pesta rakyat atau kegiatan hiburan dilingkungan kerabat istana. Awalnya tari luminda dibawa oleh Waode Mpety, seorang putri keturunan bangsawan buton yakni anak dari Wakaka dan Lamali Geno, yang menjadi Boki (permaisuri) kedua dari Raja I, Marhum Sangiang Kinambuka, setelah mangkatnya permaisuri pertama, Fema’asi, anak dari Mokole Unu-unu dan Fegintu, yang bertahta di Fafonsandeenga Istana Raha Rinante. Kedatangan Waode Mpety ke Bungku menggunakan perahu layar yang penuh dengan ukiran dan hiasan sehingga perahu layar tersebut diberi gelar oleh adat “Sopeno Bangka Binooti”. Waode Mpety membawa serta beberapa pengikutnya yang memiliki tugas masing-masing dalam istana antara lain :
1. Suku/Puak Tangkeno, yang bertugas sebagai pengurus rumah tangga kerajaan yang sekarang bertempat tinggal di Mendui dan Puungkoilu. Oleh karena tugas dari suku ini, maka dari beberapa narasumber mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari kaum bangsawan bungku.
2. Tokoroni, bertugas sebagai tukang kebun kerajaan, yang sekarang suku ini bertempat tinggal di Desa Unsongi.
3. Tokambofa, bertugas sebagai nelayan kerajaan, yang sekarang ini mendiami Desa Nambo.
4. Tomoahi, bertugas sebagai pengumpul kayu bakar, sekarang mendiami Desa Laroue.
5. Tokorumba, yang mendiami daerah Matarape dan desa-desa sekitarnya.
Dari Puak Suku yang dibawa Wadempeti inilah yang membawa sebuah tarian yang disebut Linda, kemudian terjadi akulturasi dengan budaya bungku yang disebut Tari Mohasili, yang lebih dikenal dengan nama Tumadeako Samba sebagai tarian kaum bangsawan sampai menjadi tarian Luminda yang kita kenal sekarang ini.
Luminda menurut bahasa berasal dari kata Lumi, yang artinya halus atau perlahan-lahan, dan Mepinda, yang artinya menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologi kata Luminda memiliki arti bergerak indah secara halus dan perlahan-lahan. Dalam tari luminda dikenal 4 (empat) gerak dasar yang disebut :
1. Gerak Tumadeaka Samba dengan pola berbanjar/saling berhadapan.
2. Gerak Palampa dengan pola melingkar.
3. Gerak Losa-losa dengan pola melingkar.
4. Gerak Tumadentina (Mompangifi) dengan pola berbanjar dan melingkar.
Yang menurut Aminuddin Abdullah, SSn, MSn, pola tarian melingkar adalah ciri-ciri tarian yang ada di dataran tinggi.
Dahulu tarian luminda dilakukan secara gerak terpisah, misalnya : Gerak Tumadeako Samba ditarikan dalam acara penyambutan tamu agung yang datang di Kerajaan Bungku dan dibawakan oleh kaum bangsawan. Mula-mula penari putri memberikan ujung selendangnya kepada penari pria yang ingin diajaknya menari. Apabila menolak, maka pria tersebut harus membayar denda satu kupa. Untuk memulai acara tersebut, pertama-tama gong yang digunakan diberi tanda (pinure) kemudian dibunyikan sebanyak 7 kali oleh seorang khusus (kale). Begitu pula bila acara tersebut berakhir. Sedangkan Gerak Palampa, Losa-losa serta Tumadentina, ditarikan dalam pesta-pesta yang dilakukan oleh rakyat biasa. Juga biasa dilakukan khusus oleh kerabat istana atau kaum bangsawan.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari luminda adalah satu buah gong(karantu), satu buah gong kecil sedang (tafa-tafa), dua buah gendang serta rincing-rincing (pede-pede).
Busana yang digunakan untuk wanita memakai baju adat bungku, yakni Baju Labu, Baju Poko, atau Kubaeya dengan sarung dan sehelai Salenda (selendang) serta rambut disanggul yang disebut Tampula Tobungku. Sedangkan untuk penari pria menggunakan baju yang disebut Balhadada (model jas tertutup), memakai Saluara (celana) dengan Safu (sarung) sebatas lutut, dan sebuah Palulu (lenso), serta topi adat yang disebut Tali Kacili (untuk bangsawan), Tali Mpolulu (untuk rakyat Biasa). Keunikan dari tarian ini adalah gerak penari wanita yang tidak boleh mengangkat/menggerakkan bahu sampai siku sehingga tumpuan gerak hanya dari siku sampai jari tangan. Dalam tari luminda diiringi pula oleh nyanyian (Kabla) yang disebut Dilae atau Tindi, yang dinyanyikan penari atau pemusik.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda (pada masa Raja Abdul Wahab – Raja Abdul Razak), tarian ini selalu dipentaskan terutama dalam perayaan penobatan Raja-Raja Bungku dilaksanakan setiap tanggal 31 Agustus yang merupakan hari kelahiran Ratu Wilhelmina (Belanda). Beberapa anak-anak suku yang ada di Kerajaan Bungku pada masa itu diundang untuk membawakan tari luminda sehingga tarian ini dikenal hampir sebagian dari Puak/Suku yang ada di Bungku. Sehingga dalam perkembangannya terjadilah perbedaan cara gerak dan pola gerak dari masing-masing anak-anak suku antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi mengacu pada 4 gerak dasar yang ada. Namun diwilayah seperti Menui Kepulauan, tarian ini disebut Luminda Sare. Dinamakan Sare karena diiringi nyanyian (pantun) yang disebut Sare. Perbedaan yang mendasar adalah gerak dasar tari dimana gerak penari wanita dan pria sama geraknya seperti gerak tari pria yang dikenal di bungku dengan dua pola , Gerak Dasar Palampa dan Losa-losa.
Perbedaan yang ada adalah suatu kekayaan budaya bangsa yang harus dihormati dan dilestarikan. Sekarang ini untuk melestarikan tarian tersebut, disetiap perayaan hari besar nasional tarian luminda tersebut biasanya diperlombakan dari tingkat SD sampai tingkat umum. Selain tari luminda masih ada lagi tarian adat yang lain seperti : Manca, Lumense, Momaani, Tende Bomba, Cakalele, dll
NOW YOUR HISTORY OF DANCE TRADITION COMMUNITY Bungku
"L U M I N D A"
Luminda by language comes from the word Lumi, which means smooth or slowly, and Mepinda, which means foot or to move. So etymologically Luminda word meaning beautiful move smoothly and slowly.
By: Asgar YASIN Husen
Luminda is a dance tradition community Bungku which is always danced in a party of the people or the environment of the entertainment activities courtiers. Dance originally brought by Waode Mpety luminda, a daughter of the patrician son of Wakaka longitudinal and Lamali Geno, who became Boki (empress), both of King I, Marhum Sangiang Kinambuka, after the death of the first empress, Fema'asi, son of UNU-Mokole UNU and Fegintu, who reigned in the Palace Fafonsandeenga Rinante Raha. Arrival Waode Bungku Mpety to use a sailboat filled with carvings and decorations so that the sailboat was given the title by a customary "Bangka Sopeno Binooti". Waode Mpety bring along some of his followers who have their respective duties in the palace, among others:
1. Tribe / tribe Tangkeno, who served as the royal housekeeper who now reside in Mendui and Puungkoilu. Therefore the task of this tribe, then from some sources say that they are part of the nobility Bungku.
2. Tokoroni, served as a royal gardener, now this tribe residing in the village of Unsongi.
3. Tokambofa, served as the royal fisherman, who now inhabit the village of Nambo.
4. Tomoahi, served as firewood gatherers, now inhabit Laroue Village.
5. Tokorumba, who inhabit the area Matarape and surrounding villages.
Of the tribe Tribe brought Wadempeti that brought a dance called Linda, then there acculturation to the culture Bungku called Mohasili Dance, better known by the name Tumadeako Samba as a dance of the nobility to become dance Luminda that we know today.
Luminda by language comes from the word Lumi, which means smooth or slowly, and Mepinda, which means foot or to move. So etymologically Luminda word meaning beautiful move smoothly and slowly. In dance luminda known 4 (four) basic motion is called:
1. Motion Tumadeaka Samba with berbanjar pattern / line of sight.
2. Motion Palampa with a circular pattern.
3. Motion Losa-losa with a circular pattern.
4. Motion Tumadentina (Mompangifi) with berbanjar and circular patterns.
Which according to Aminuddin Abdullah, SSn, MSN, is a circular dance patterns dance features that exist in the highlands.
Formerly dance movement luminda done separately, for example: Motion Tumadeako Samba danced in the event welcoming guests who arrived in the Kingdom of Great Bungku and performed by the nobility. At first the princess gave the tip shawl dancer to dancer man whom she wants to dance. If rejected, then the man must pay a fine of one kupa. To start the event, first gong used are marked (pinure) then rung 7 times by a special (kale). Similarly, if the event ends. While Motion Palampa, Losa-losa and Tumadentina, danced in parties committed by ordinary people. Also usually done exclusively by courtiers or the nobility.
Musical instruments used to accompany dance luminda is one gong (karantu), one small gong medium (tafa-tafa), two drums and rincing-rincing .
Clothing that is used to women wearing traditional dresses Bungku, namely Pumpkin shirt, shirt Poko, or Kubaeya with gloves and a Salenda (shawl) and hair bun called Tampula Tobungku. As for the male dancer wearing called Balhadada (closed coat model), taking Saluara (pants) with Safu (sarong) knee, and a Palulu (lenso), as well as traditional caps called Rope Kacili (for royalty), Tali Mpolulu ( for ordinary people). The uniqueness of this dance is the movement of female dancers who are not allowed to lift / move the shoulder to the elbow so that the pedestal motion only from the elbow to fingers. In luminda dance accompanied by singing (Kabla) called Dilae or Tindi, sung by the dancer or musician.
During the Dutch East Indies Government (at the time of King Abdul Wahab - King Abdul Razak), dance is always performed mainly in the celebration of the coronation of the Kings Bungku held every August 31, which is the birthday of Queen Wilhelmina (Netherlands). Some of the kids tribes in the Kingdom Bungku at that time was invited to bring dance luminda so this dance is known about some of the tribe / tribe which is on Bungku. So there was a difference in the way in its development of motion and motion patterns of each tribe children from each other. But there is no fundamental difference, but it refers to four basic motion exists. But like Menui Islands region, this dance is called Luminda Sare. Named because the accompaniment of song Sare (poem) called Sare. The fundamental difference is the basic movements of dance where the dancers movement of women and men the same motion as the motion dance man known in Bungku with two patterns, Basic Motion Palampa and Losa-losa.
The difference that there is a wealth of the culture that must be respected and preserved. Right now to preserve these dances, each dance celebrations for national holidays are usually diperlombakan luminda from primary to general level. In addition there's more dance luminda other traditional dances such as: Manca, Lumense, Momaani, Tende Bomba, Cakalele, etc..
postingan yg bagus kawan, kembangkan lg agar lebih akurat dan menarik. suksesss...
BalasHapus